SAMARINDA - Proyek pembangunan polder di Gang Indra, Jl P Antasari, Samarinda Ulu, menerima kucuran dana APBD 2008 sebesar Rp 2 miliar, dari perkiraan biaya seluruh proyek mencapai Rp 43 miliar. Jumlah dana kucuran proyek Gang Indra ini dikemukakan Ketua Komisi III DPRD Samarinda Dwiyanto Purnomosidhi.
“Dana itu rencananya untuk kelanjutan pembangunan kolam retensi, serta saluran penunjangnya,” sebut Dwiyanto.
Dikonfirmasi terpisah, Kasubdin Pengairan Dinas Bina Marga Pengairan Samarinda Ashadi Basuki menegaskan, kegiatan proyek Gang Indra masih melanjutkan pengerjaan dinding kolam utama serta pembangunan saluran penunjang.Untuk saluran penunjang, kegiatannya meliputi pembangunan saluran pembuangan air yang menghubungkan kolam penampungan dengan saluran pembuangan di Jl Banggeris, sungai Manggis di Jl Cendana, sampai ke Sungai Mahakam melalui jembatan Slamet Riyadi.
“Masalahnya sekarang tinggal kendala pembebasan lahan warga. Saat ini, pembangunan saluran pembuangan air dari kolam retensi terpaksa dilakukan secara parsial, karena masih ada lahan warga yang belum dibebaskan,” sebutnya.
Menurut Ashadi, jika persoalan sosial berupa pembebasan lahan warga bisa segera diselesaikan pemkot, Subdin Pengairan selaku penanggung jawab proyek berani menjamin pembangunan pengendali banjir Gang Indra bisa rampung sebelum akhir 2008.
Ashadi menambahkan, areal yang dibutuhkan pemkot untuk merealisasikan polder Gang Indra minimal 3 hektare. Tapi, menurut Ashadi, selain lahan untuk polder, juga perlu disediakan lahan sebagai zona penyangga.
Sudah sejak lama mungkin kita tahu bahwa Pemerintah sudah mengusahakan untuk mengatasi banjir yang terjadi di Samarinda. Tetapi dari proyek pembangunan Polder Vorvo belum terlihat hasilnya sejauh mana efektifnya pembangunan polder tersebut. Karena debit air yang masuk ke polder tersebut sangat banyak dibanding jumlah kapasitas Polder itu sendiri.
Sebenarnya usaha pemerintah kota untuk membangun polder seperti di vorvo, kemudian air hitam, antasari gang Indra, sebenarnya merupakan usaha yang dilakukan pemerinta untuk mengatasi banjir yang selalu menggenangi jalan-jalan ataupun pemukiman warga. Setiap kali hujan deras dengan durasi sekitar lebih dari satu jam saja ada beberapa daerah sudah bisa digenangin oleh air. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya fungsi dari polder itu sendiri belum efektif.
Mengingat kembali sebenarnya proyek-proyek pembangunan polder di Samarinda yang cukup menghabiskan dana Milyaran Rupiah. Karena dari Pemkot dan Pemprov sendiri yang memiliki keinginan yang besar untuk menangani masalah yang sudah sering kali datang ketika musik hujan tiba. Keinginan pemerintah untuk menangani masalah ini dengan tidak segan-segan menggelontorkan dana hingga 40 Milyar dari Pemprov, yang katanya pembangunan itu dikaji dulu sebelum benar-benar dibangun.
Dengan topografi Samarinda yang katanya banyak daerah yang tingginya berada dibawah permukaan (30%) sungai menjadikan alasan kenapa sering terjadinya banjir di Samarinda, tetapi sebenarnya bukan masalah topografi saja yang perlu kita ketahui apa yang menjadikan banjir di Samarinda tentunya.
Banyaknya faktor-faktor seperti alih fungsi lahan resapan air dan drainase merupakan hal yang paling mencolok dari problematika banjir di Samarinda sendiri. Mungkin kita sadar bahwa Samarinda yang telah dibuat sejak awal menurut saya sungguh tidak siap sama sekali menghadapi sebuah perubahan besar-maksudnya pembangunan pada waktu dulu tidak dipersiapkan untuk perubahan 50-100 tahun sesudahnya.
Terlihat dari drainase yang ada sungguh sangat kurang sekali terutama pada daerah-daerah yang jauh dari aliran sungai. Walaupun tidak menutup kemungkinan yang daerah posisinya tidak jauh bisa juga terkena banjir. Karena drainase yang ada, ataupun yang dibuat pemerintah pada saat dulu tidak cukup sesuai untuk saat sekarang ketika penduduk sudah semakin banyak, pemukiman sudah semakin padat, dan parit-paritpun diatasnya sudah dijadikan tempat usah-dengan menutup menggunakan papan.
Kemudian mengenai alih fungsi lahan yang terjadi sungguh luar biasa, karena yang terjadi disini sungguh sangat tidak bisa dipungkiri terjadi ketidak seimbangan daerah resapan air. Seperti pembangunan ruko-ruko, perumahan, yang sedianya itu merupakan bukit atau daerah resapan air kini berganti menjadi bangunan yang berdiri tegak dengan segala ijin sah yang dikantongi dari pemerintah.
Nah memang sebenarnya investasi tidak apa, tetapi kita harus sadar akan kemampuan sebuah kota untuk bertahan seperti pada awalnya direncanakan. Jika tidak akan seperti sekarang, tidak ada keseimbangan antara pembangunan dan prasarana yang ada seperti drainase-saluran air- yang tersedia sebelumnya.
Sebenarnya dari itu semua yang perlu dibenahi ialah pemerintah harus berani melakukan perbaikan-perbaikan drainase utama, kemudian pelu mengontrol pembangunan disekitar yang terjadi. Contohnya saja sempat terjadi aksi warga jalan Banggeris yang sempat keberatan akan adanya perumahan mewah(bukit Mediteranian) yang dibangun disitu. Yang notabene daerah itu merupakan bukit yang merupakan resapan air, yang notabene lebih tinggi daripada jalan Banggeris sendiri. Dan sempat menyebabkan banjir yang disertai lumpur dari proyek beberapa bulan lalu dan kemudian rencananya akan diberikan kompensasi oleh pihak kontraktor kepada masyarakat sekitar tetapi sampai saat ini belum ada kejelasannya.
Nah memang semudah itu untuk membangun tanpa memikirkan dampak lingkungan yang terjadi nantinya, padahal proyek pembangunan perumahan elite itu belum sepenuhnya selesai semua. Bagaimana kalau selesai semua? bisa-bisa daerah yang lebih rendah disekitarnya yang akan menjadi akibatnya. tetapi tidak hanya pihak kontraktor saja, tetapi pemerintah harus peka karena pada daerah yang dilewati aliran air dari perumahan tersebut sungguh tidak terawat drainasenya-dangkal karena ada penumpukan lumpur.
Mungkin kita perlu tahu kalau air hanya ditampung dan kemudian disalurkan secara perlahan hanyalah merupakan salah satu cara untuk mengatasinya, walaupun tidak sepenuhnya bergantung dari Polder air. tetapi masih banyak faktor seperti dijelaskan diatas yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam menanggapi kemudian bergerak untuk mengatasi banjir yang acap kali terjadi dimusim hujan.
Senin, 01 Juni 2009